Rabu, 29 Juli 2020

Menempa Mental Anak Lewat Kegiatan Pramuka


Dimuat di majalah Derap Guru Jawa Tengah edisi Agustus 2020

 

Judul              :    Meringkus Dua Monster Hutan

Pengarang    :    Hamdani M.W.

Penerbit         :    Indiva Media Kreasi

Cetakan         :    Pertama, Januari 2020

Tebal              :    120 halaman

ISBN              :    978-602-495-253-2

 

Setiap anak lahir dengan kecenderungan baik. Tugas orang tua dan guru adalah memaksimalkannya lewat serangkaian kegiatan edukatif. Salah satu kegiatan edukatif berkualitas unggul adalah ekstrakurikuler Pramuka. Melalui ekstrakurikuler ini, anak ditempa dan diasah mental serta moralnya agar dapat berkembang maksimal, menjadi pribadi tangguh lahir-batin, mampu bekerja sama, dan berkontribusi positif bagi kemanusiaan.

Semangat penempaan dan pengasahan mental-moral inilah yang mengemuka kuat dalam novel Meringkus Dua Monster Hutan (MDMH).

Tokoh utama MDMH adalah tiga sahabat, yakni Budi, Dios, dan Voni. Bersama teman-teman sebaya dan para pelatih Pramuka, ketiga anak kelas lima SD Bina Patria ini berkemah di Hutan Wanagama. Pengalaman menantang mereka dapatkan saat tanpa sengaja menjumpai para pelaku pembalakan liar di tengah hutan.

Lewat tuturan cerita, pengarang MDMH berupaya menuntun pembaca anak-anak untuk menghayati nilai-nilai kebaikan berupa kemandirian (halaman 29-30), inisiatif (halaman 26, 47), pengendalian diri dari amarah (halaman 14-15, 19-21), melek literasi (halaman 42, 57, 60-62), gemar bekerja sama (37-41, 53-63, 75-76, 80-82, 84-88, 92-93), pandai memanfaatkan peluang secara positif (halaman 79-80, 91-93), semangat pantang menyerah meski dibelit keterbatasan (halaman 64-65, 95-97), penolong (halaman 81-82, 92-93), dan pemaaf (halaman 108-111).


Kendati mengandung nilai-nilai kebaikan, MDMH tidak luput dari dalil: tiada ada gading yang tak retak. Keretakan atau kekurangan yang dimaksud adalah; pertama, rumah Budi, Dios, dan Voni terletak tidak jauh dari sekolah. Tapi kenapa sepulang latihan Pramuka, mereka menempuh perjalanan sekolah-rumah selama lebih dari satu jam, padahal tidak mampir ke mana-mana? (halaman 17). Kedua, sikap Imam, remaja tanggung tetangga Budi, terbilang janggal. Dia rela menempuh perjalanan panjang, dari rumah menuju Hutan Wanagama, hanya untuk mengerjai Budi (halaman 60-62, 108-110).

Namun, kekurangan yang ada, hanya buih. Tenggelam dalam kelebihan-kelebihan MDMH. (Thomas Utomo, guru SD Negeri 1 Karangbanjar, Purbalingga)

Kumcer Anak Bermuatan Budaya Lokal


Dimuat di majalah Derap Guru Jawa Tengah edisi Agustus 2020


Judul              :    Sang Desainer Batik

Pengarang    :    Penulis Cilik Purbalingga

Penerbit         :    SIP Publishing

Cetakan         :    Pertama, November 2019

Tebal              :    viii + 170 halaman

ISBN              :    978-623-7436-62-1

 

Sang Desainer Batik merupakan antologi cerpen karya siswa SD-SMP se-Kabupaten Purbalingga. Benang merah cerpen-cerpen dalam buku ini adalah kandungan budaya lokal Nusantara. Misalnya, Sang Desainer Batik—yang didaulat menjadi judul sampul buku. Selain mengetengahkan perjuangan seorang gadis belia untuk menjadi desainer, cerpen ini menyisipkan perihal macam-macam motif batik seperti  lasem, magetan, kawung, dan pring sedapur dikaitkan perkembangan zaman terkini (hal. 1-18).

Dalam halaman 13-14 dikisahkan, “Pengunjung menyukai pakaian yang dibuat Nafisah. Tidak sedikit yang memuji. Tetapi, ada pula yang merasa tidak puas. Mereka menyarankan, agar dalam satu pakaian terdiri dari berbagai macam motif batik. Jika dalam satu pakaian hanya terdiri dari satu motif batik, hal itu sudah sangat biasa. Tidak ada keistimewaannya.”

Cerpen Kuda-Kuda Kemenanganku mengusung Pencak Silat, seni bela diri asli Nusantara (hal. 19-25). Lalu cerpen Tarian Kuda Lumping yang mengangkat kesenian Kuda Lumping (hal. 26-31), Si Lesung Pipit yang menghadirkan permainan gaprok, dolanan bocah asli Purbalingga yang telah banyak ditinggalkan kids jaman now (hal. 39-40), dan Impianku akan Negeri yang menuturkan lagu-lagu dan aneka masakan khas daerah seperti lagu Bungong Jeumpa dan O Ina Ni Keke serta masakan gulai ikan patin, ayam taliwang, rujak cingur, ayam betutu, juga otak-otak khas Riau (hal. 157-160).

Dalam fragmen cerpen Impianku akan Negeri, disebutkan, “Atas bimbingan Bu Mutia dan Pak Amir, aku serta anak-anak Desa Teladan semakin mencintai budaya bangsa sendiri. Akan tetapi, Bu Mutia dan Pak Amir berpesan, kita harus mempelajari budaya bangsa lain juga. Sebab, dengan mempelajari budaya lain, kita akan semakin menghargai perbedaan.” (hal. 158).

Cerpen-cerpen dalam buku ini, tidak hanya menghibur, tapi juga menyuguhkan ilmu serta kesadaran bagi pembaca muda untuk bangga dan makin cinta kepada budaya Tanah Air. (Thomas Utomo, guru SD Negeri 1 Karangbanjar, Purbalingga)