Judul : Tibu,
Kucing Kesayangan Syifa
Pengarang : Amalia
Dewi Fatimah dan Haya Nayla Zhafirah
Penerbit : Indiva
Media Kreasi
Cetakan : Pertama,
Maret 2019
Tebal : 144
halaman
ISBN : 978-602-495-088-0
Novel ini adalah karya duet ibu-anak
asal Probolinggo. Isinya menceritakan tentang Syifa, seorang anak SD yang ingin
memelihara kucing. Tapi, keinginan itu sulit terlaksana, karena Ayah dan Ibu
melarang.
Kendati mendapat larangan, Syifa
tidak putus asa. Dia gigih mewujudkan keinginannya.
Secara keseluruhan, novel
ini menyajikan konflik sederhana yang niscaya mudah dicerna anak-anak. Klimaks
dan leraiannya pun mudah, membuhul kepada ujung yang menyenangkan.
Kaitannya dengan tugas orang
tua dan guru untuk menyediakan bacaan berkualitas bagi anak-anak, novel ini
dituturkan menggunakan lima sudut pandang secara bergantian, yakni sudut
pandang Syifa, Bunda, Bude, Ayah, dan Tibu. Mungkin tampak rumit, namun
sebetulnya tidak. Justru, dengan penggunaan sudut pandang yang banyak itulah pembaca
anak-anak dapat diasah nalar, logika, serta kemampuan mencerna secara adaptif saat
membaca bab demi bab yang penceritanya silih-berganti.
Dalam bab-bab bersudut
pandang Syifa, anak-anak diajak berpikir dan memposisikan diri sebagai seseorang
yang berkeinginan besar memiliki hewan peliharaan. Sementara dalam bab-bab yang
dituturkan Bunda, anak-anak dapat memahami dilema seorang ibu antara memenuhi
keinginan anak dan mematuhi keputusan suami. Sedangkan dalam bab-bab dengan
sudut pandang Ayah, anak-anak bisa mengerti alasan-alasan sang kepala keluarga
melarang anaknya memelihara hewan.
Hal yang perlu dicatat serta
diberi garis bawah adalah, dalam bab-bab yang dituturkan Syifa dan Tibu,
pengarang menggunakan point of view
(PoV) aku atau orang pertama.
Sedangkan bab-bab yang disampaikan Bunda, Bude, dan Ayah, menggunakan PoV dia—nama
orang.
Dampaknya, pembaca anak-anak
mampu menghayati nilai keakuan atau
personalitas Syifa dan Tibu. Anak-anak secara lebih mudah menjelma menjadi
kedua tokoh ini. Seolah-olah Syifa dan Tibu adalah diri mereka sendiri—pembaca anak-anak.
Sementara ketika membaca
bab-bab dari sudut pandang Bunda, Bude, dan Ayah, dampak psikologis yang bisa
dirasakan anak-anak adalah adanya jarak antara mereka sebagai pembaca dan para
tokoh cerita. Anak-anak dapat memahami argumentasi ketiga orang dewasa ini,
namun segi keintiman rohani kurang didapat, disebabkan penggunaan sudut pandang
yang telah disebutkan, tadi.
Catatan penting berikutnya, dalam
bab-bab bersudut pandang Syifa dan Tibu, cara penuturannya lebih sederhana,
layaknya pola pikir anak-anak. Sedangkan bab-bab yang bersudut pandang Bunda,
Bude, dan Ayah, tidak. Meski bukan berarti bab-bab bersudut pandang ketiga
orang dewasa ini terbaca rumit alias sulit dicerna anak-anak. Yang jelas, jika dicerna
perlahan, terasa rentang perbedaan daya ungkap dua golongan tersebut.
Namun, sudut pandang
tiap-tiap bab yang sengaja dibuat silih berganti, mungkin membuat fokus
pengarang—saat menulis—agak meleset. Misalnya, dalam halaman 99, paragraf
keenam. Di sana, digunakan PoV orang ketiga, padahal seharusnya PoV orang
pertama. Untungnya, kekeliruan semacam itu, tidak banyak dan tidak mengganggu
proses membaca.
Terakhir, sebagai
informasi, pada Desember 2019 silam, novel ini diganjar Pena Award dari Forum Lingkar Pena Wilayah
Jawa Timur.
*Thomas
Utomo adalah guru di
SD Negeri 1 Karangbanjar, Purbalingga.
Selain
menggeluti profesi guru, juga menekuni kegiatan tulis-menulis. Karyanya, baik
fiksi maupun nonfiksi, dipublikasikan di sejumlah media lokal dan nasional
antara lain Annida, Buletin Jejak, Derap
Perwira, Fatawa, Halo Nanda, Koran Jakarta, Kreasi, Nikah, Potret, Radar
Banyumas, Sang Guru, Satelit Post, Serambi Ummah, Story, dan Suara Muhammadiyah.
Buku-bukunya
yang telah terbit adalah Petualangan ke
Tiga Negara (Indiva Media Kreasi, 2018), Cerita dari Asrama Tentara (Bitread, 2017), Lepas Rasa (Loka Media, 2017), Aku
Bukan Gay (Loka Media, 2016), Misteri
Nenek Pemuntah Darah (Pro U Media, 2016), Catatan dari Balik Jendela Sekolah (Elex Media Komputindo, 2015),
dan Hikayat Tanah Beraroma Rempah
(Pustaka Puitika, 2015).
Untuk
antologi bersama, karyanya hadir di Kembang
Glepang (Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Banyumas, 2018), Bunga Rampai Pemenang Lomba Karya Tulis
Fiksi Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Banyumas, 2017), dan Creative
Writing (Sekolah Kepenulisan STAIN Press, 2013).
Novelnya Petualangan
ke Tiga Negara masuk nominasi Buku Islam Terbaik, Kategori Fiksi Anak pada
ajang Islamic Book Award 2019 yang
dihelat Ikatan Penerbit Indonesia. Cerpennya Lelaki Kata-Kata meraih Juara I Lomba Cerpen Islamic Fair 2018 Tingkat Barlingmascakeb. Sedang cerpennya
berjudul Sesungging Senyum Maria
menjadi Juara I Lomba Karya Tulis Fiksi Peringatan Hari Pendidikan Nasional
2017 Tingkat Kabupaten Banyumas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar