Kamis, 17 Desember 2020

Perlawanan Terhadap Eksploitasi Anak

 

 

Resensi Thomas Utomo di http://www.takanta.id/2020/12/ulas-buku-perlawanan-terhadap-anak.html

 

Judul          :   Petualangan Tiga Hari

Pengarang   :     Dian Dahlia

Penerbit     :   Indiva Media Kreasi

Cetakan     :   Pertama, September 2020

Tebal         :   256 halaman

ISBN          :   978-623-253-003-4

Harga         :     Rp 60.0000

 

Petualangan Tiga Hari adalah Juara III Kompetisi Menulis Indiva Tahun 2019 kategori Novel Remaja.

Salah satu isu penting yang disoroti dalam novel ini adalah soal eksploitasi anak.

Dilansir dari http://bpsdm.kemenkumham.go.id/id/berita-bpsdm/sanksi-bagi-pelaku-eksploitasi-terhadap-anak (diakses Rabu, 16 Desember 2020, pukul 19.45 WIB), eksploitasi anak adalah tindakan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua, keluarga, atau orang lain dengan tujuan memaksa anak untuk melakukan sesuatu tanpa memperhatikan hak anak.

Larangan melakukan eksploitasi terhadap anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016. Dalam Pasal 76i dikatakan, “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap anak.”

Sanksi bagi pelaku eksploitasi anak adalah pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau denda paling banyak Rp 200.000,000,00 (dua ratus juta rupiah). Hal ini diatur dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Dengan ancaman sedemikian bagi pelaku, nyatanya kasus eksploitasi anak di Indonesia belum kunjung surut. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sepanjang 2019, tercatat 244 kasus dengan jumlah kasus tertinggi adalah anak korban eksploitasi seksual komersial sebanyak 71 kasus, selain anak korban prostitusi 64 kasus, anak korban perdagangan 56 kasus, dan anak korban pekerja 53 kasus (https://mediaindonesia.com/humaniora/327299/kpai-serukan-percepatan-perlindungan-korban-eksploitasi-anak, diakses Rabu, 16 Desember 2020, pukul 20.11 WIB).

Menarik sekaligus ngerinya, berdasarkan data Aceh Journal National Network, tidak sedikit pelaku eksploitasi anak berasal keluarga sendiri seperti orang tua, paman, bibi, dan sebagainya (https://www.ajnn.net/news/dinsos-lhokseumawe-masih-ada-orangtua-yang-suruh-anaknya-mengemis/index.html, diakses Rabu, 16 Desember 2020, pukul 20.32 WIB).

Hal ini pula yang terjadi pada tokoh Alif dalam novel Petualangan Tiga Hari. Anak praremaja ini dibawa Pak Jo, pamannya keluar Pulau Jawa menuju Bontang, Kalimantan Timur dengan alasan hendak disekolahkan. Faktanya, dia justru dipaksa menjadi pengemis (halaman 94-96).

Kepada Mukhlis, tokoh utama Petualangan Tiga Hari—yang dijebak dan juga dipaksa Pak Jo untuk menjadi peminta-minta—Alif bersaksi, “Dia (Pak Jo—pent.) orang paling jahat yang pernah aku temui. Bahkan jauh lebih jahat dari petugas yang kadang menangkapku. Salah besar kenapa kamu bisa bertemu dengannya. Tetapi, nasi sudah menjadi bubur. Kita dianggapnya seperti mesin uang. Melihatku bagai melihat uang. Yang ada di otaknya selalu uang dan uang.” (halaman 94).

 


Tidak jarang, Alif didera cambukan ikat pinggang dan tidak diberi makanan apabila melanggar perintah sang paman.

Kekejaman Pak Jo tidak berhenti sampai di situ. Dia kemudian berkongsi dengan sindikat perdagangan anak di Tarakan, Kalimantan Utara untuk menjual Alif dan Mukhlis (halaman 161-174).


 

Dicermati dari muatannya, Petualangan Tiga Hari merupakan upaya Dian Dahlia—sang pengarang—untuk melawan kezaliman sekaligus mengujarkan kepada pembaca muda untuk menghayati, mengerti, kemudian berhati-hati terhadap upaya eksploitasi anak dan remaja beserta jaring-jaring perangkapnya.

Muatan positif lainnya adalah motivasi untuk tidak mudah menyerah, berani mengubah nasib, kepahlawanan, optimisme, semangat untuk maju, penuh ide dan gagasan, dan sikap mandiri.

 

*Thomas Utomo adalah mahasiswa Pendidikan Profesi Guru Universitas PGRI Semarang. Sehari-hari bekerja sebagai guru SD Negeri 1 Karangbanjar, Purbalingga, Jawa Tengah. 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar