Ada kegembiraan tersendiri
ketika membaca naskah peserta Lomba
Penulis Cilik Purbalingga 2019 yang diselenggarakan SIP Publishing. Dari sekian banyak cerpen
yang ikut serta, masing-masing berupaya menarik perhatian juri lewat caranya
masing-masing.
Beberapa penulis, mengangkat
peristiwa di sekolah—entah dialami sendiri atau tidak—sebagai bahan tulisan.
Sebut sebagai misal, pengalaman datang terlambat, bertengkar dengan sahabat,
kecurian, tidak bisa mengerjakan soal ulangan, dan usaha membuat contekan.
Ada juga penulis yang
mencoba tampil beda dengan memasukkan unsur budaya Nusantara dalam cerita
buatannya, seperti cerpen Sang Desainer
Batik—yang kemudian, didaulat menjadi judul sampul buku.
Dalam cerpen ini, batik
tidak sekadar hadir sebagai tempelan—disebut sambil lalu, kemudian lenyap sama
sekali—namun menjadi elemen penting yang tidak bisa dihilangkan begitu saja.
Sebab, ia merasuk dalam sekujur
cerita. Tanpa ia, bangunan cerita
karya Safaraz Aufa Azalia pasti runtuh.
Dapat dikira-kira pula,
penulis membuat cerpennya dengan semacam riset. Mungkin, penulis membuka-buka
ensiklopedia, bertanya kepada orang yang paham, atau berselancar di internet
guna mendapatkan kemampuan bercerita tentang macam-macam motif batik
seperti lasem, magetan, kawung, dan
pring sedapur, juga ketika menguraikan landmark
terkenal seperti Washington Monument
dan Museum Smithsonian Institution.
Cerpen-cerpen lain yang
memasukkan unsur budaya Nusantara adalah Kuda-Kuda
Kemenanganku, Tarian Kuda Lumping,
Impianku akan Negeri, dan Si Lesung Pipit.
Kuda-Kuda
Kemenanganku karya Diana Alexmenzeis, mengusung Pencak
Silat, seni bela diri asli Nusantara yang kemudian dipertandingkan dalam SEA Games mulai tahun 1987. Seperti kita
ketahui, bela diri ini makin mendunia, setelah booming-nya film
Indonesia berjudul The Raid,
diperankan Iko Uwais, tahun 2011, lalu.
Sedangkan Tarian Kuda Lumping karya Binta Muktia
Subroto mengangkat kesenian Kuda Lumping, Impianku
akan Negeri karya Yesila Nadiya menuturkan lagu-lagu dan aneka masakan khas
daerah, dan Si Lesung Pipit karya
Rinenda Cahya Rina Girartri menghadirkan satu pethilan atau fragmen mengenai gaprok,
dolanan bocah asli Purbalingga yang telah banyak ditinggalkan kids jaman now.
Para penulis cilik ini,
dengan karya masing-masing, tidak hanya berusaha menghibur lewat jalinan cerita
anggitan mereka, tapi juga menawarkan sesuatu,
entah berupa ilmu maupun kesadaran yang bisa mempengaruhi pembaca untuk bangga
atau mungkin jatuh cinta kepada budaya Tanah Air.
Sangat pantas diapresiasi
pula, cerpen-cerpen yang mengedepankan pentingnya kejujuran, seperti Akibat Kebohonganku, Manisnya Hadiah Kejujuran, dan Sahabat Sejati.
Kita tahu dan prihatin,
kejujuran—yang sekarang sering disandingkan dengan semangat antikorupsi—menjadi
semakin mahal di republik ini. Belakangan, lewat Gerakan Literasi Antikorupsi,
Komisi Pemberantasan Korupsi menggandeng banyak penulis maupun komunitas kepenulisan
untuk menghasilkan karya-karya bermuatan kejujuran dan semangat antikorupsi, di
antaranya penerbitan serial buku Puisi
Menolak Korupsi yang diinisiasi Heru Mugiarso dan Sosiawan Leak serta novel
seperti Surat dari Bapak karya Gol A
Gong.
Seperti kata Emil Salim
(dalam Dari Rue Saint Simon ke Jalan
Lembang, karya Nh. Dini), penulis cerita juga diperlukan dalam masyarakat.
Karena, penulis cerita adalah juga seorang ahli jiwa, ahli kemasyarakatan.
Tulisan-tulisannya lebih abadi, dapat mempengaruhi dan menggerakkan masyarakat
ke arah kebaikan.
Di samping cerpen-cerpen
yang telah disebutkan, masih ada lima belas cerpen lain yang patut dibaca.
Cerpen-cerpen dalam buku
ini, sungguh menerbitkan harapan akan mengemukanya penulis-penulis muda
berkualitas asal Purbalingga. Tinggal masing-masing berusaha terus-menerus
menempa diri, tidak puas dengan pujian, tidak patah oleh kritikan. Perlu
kiranya, orang tua dan guru turut menyingsingkan lengan baju, memecut semangat
penulis-penulis muda ini agar terus melaju.
Terakhir, harus disampaikan
bahwa guna keperluan penerbitan, dilakukan sejumlah penyesuaian, sehingga
cerpen-cerpen dalam buku ini, tidak sama persis dengan naskah yang dikirimkan.
Tentu saja, penyesuaian yang dimaksud, tidak mengubah spirit dan saripati cerita.
Salam kreatif,
Juri
Lomba Penulis Cilik Purbalingga 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar