Sabtu, 25 Januari 2020

Penulis Muda Harapan Purbalingga


Ada kegembiraan tersendiri ketika membaca naskah peserta Lomba Penulis Cilik Purbalingga 2019 yang diselenggarakan SIP Publishing. Dari sekian banyak cerpen yang ikut serta, masing-masing berupaya menarik perhatian juri lewat caranya masing-masing.
Beberapa penulis, mengangkat peristiwa di sekolah—entah dialami sendiri atau tidak—sebagai bahan tulisan. Sebut sebagai misal, pengalaman datang terlambat, bertengkar dengan sahabat, kecurian, tidak bisa mengerjakan soal ulangan, dan usaha membuat contekan.
Ada juga penulis yang mencoba tampil beda dengan memasukkan unsur budaya Nusantara dalam cerita buatannya, seperti cerpen Sang Desainer Batik—yang kemudian, didaulat menjadi judul sampul buku.
Dalam cerpen ini, batik tidak sekadar hadir sebagai tempelan—disebut sambil lalu, kemudian lenyap sama sekali—namun menjadi elemen penting yang tidak bisa dihilangkan begitu saja. Sebab, ia merasuk dalam sekujur cerita. Tanpa ia, bangunan cerita karya Safaraz Aufa Azalia pasti runtuh.
Dapat dikira-kira pula, penulis membuat cerpennya dengan semacam riset. Mungkin, penulis membuka-buka ensiklopedia, bertanya kepada orang yang paham, atau berselancar di internet guna mendapatkan kemampuan bercerita tentang macam-macam motif batik seperti  lasem, magetan, kawung, dan pring sedapur, juga ketika menguraikan landmark terkenal seperti Washington Monument dan Museum Smithsonian Institution.
Cerpen-cerpen lain yang memasukkan unsur budaya Nusantara adalah Kuda-Kuda Kemenanganku, Tarian Kuda Lumping, Impianku akan Negeri, dan Si Lesung Pipit
Kuda-Kuda Kemenanganku karya Diana Alexmenzeis, mengusung Pencak Silat, seni bela diri asli Nusantara yang kemudian dipertandingkan dalam SEA Games mulai tahun 1987. Seperti kita ketahui, bela diri ini makin mendunia, setelah booming­-nya film Indonesia berjudul The Raid, diperankan Iko Uwais, tahun 2011, lalu.
Sedangkan Tarian Kuda Lumping karya Binta Muktia Subroto mengangkat kesenian Kuda Lumping, Impianku akan Negeri karya Yesila Nadiya menuturkan lagu-lagu dan aneka masakan khas daerah, dan Si Lesung Pipit karya Rinenda Cahya Rina Girartri menghadirkan satu pethilan atau fragmen mengenai gaprok, dolanan bocah asli Purbalingga yang telah banyak ditinggalkan kids jaman now.
Para penulis cilik ini, dengan karya masing-masing, tidak hanya berusaha menghibur lewat jalinan cerita anggitan mereka, tapi juga menawarkan sesuatu, entah berupa ilmu maupun kesadaran yang bisa mempengaruhi pembaca untuk bangga atau mungkin jatuh cinta kepada budaya Tanah Air.

Sangat pantas diapresiasi pula, cerpen-cerpen yang mengedepankan pentingnya kejujuran, seperti Akibat Kebohonganku, Manisnya Hadiah Kejujuran, dan Sahabat Sejati
Kita tahu dan prihatin, kejujuran—yang sekarang sering disandingkan dengan semangat antikorupsi—menjadi semakin mahal di republik ini. Belakangan, lewat Gerakan Literasi Antikorupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi menggandeng banyak penulis maupun komunitas kepenulisan untuk menghasilkan karya-karya bermuatan kejujuran dan semangat antikorupsi, di antaranya penerbitan serial buku Puisi Menolak Korupsi yang diinisiasi Heru Mugiarso dan Sosiawan Leak serta novel seperti Surat dari Bapak karya Gol A Gong.
Seperti kata Emil Salim (dalam Dari Rue Saint Simon ke Jalan Lembang, karya Nh. Dini), penulis cerita juga diperlukan dalam masyarakat. Karena, penulis cerita adalah juga seorang ahli jiwa, ahli kemasyarakatan. Tulisan-tulisannya lebih abadi, dapat mempengaruhi dan menggerakkan masyarakat ke arah kebaikan.
Di samping cerpen-cerpen yang telah disebutkan, masih ada lima belas cerpen lain yang patut dibaca.
Cerpen-cerpen dalam buku ini, sungguh menerbitkan harapan akan mengemukanya penulis-penulis muda berkualitas asal Purbalingga. Tinggal masing-masing berusaha terus-menerus menempa diri, tidak puas dengan pujian, tidak patah oleh kritikan. Perlu kiranya, orang tua dan guru turut menyingsingkan lengan baju, memecut semangat penulis-penulis muda ini agar terus melaju.



Terakhir, harus disampaikan bahwa guna keperluan penerbitan, dilakukan sejumlah penyesuaian, sehingga cerpen-cerpen dalam buku ini, tidak sama persis dengan naskah yang dikirimkan. Tentu saja, penyesuaian yang dimaksud, tidak mengubah spirit dan saripati cerita.

Salam kreatif,
Juri Lomba Penulis Cilik Purbalingga 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar