Kali pertama datang ke SDN 1 Karangbanjar, dari rumah, saya
sudah menyiapkan kata-kata perkenalan, juga membawa berkas yang perlu
diserahkan kepada kepala sekolah sebagai bukti kalau saya memang ditugaskan di situ.
Saya datang sekira jam 7.15. Mula-mula, bertemu dua guru
laki-laki yang kemudian mengantarkan saya ke ruang kepala sekolah. Kami saling
memperkenalkan diri dan bertukar kata-kata. Tidak lama, guru-guru lain masuk
dan ikut berbincang-bincang ringan. Waktu itu, ada lima orang yang mengerubungi
saya.
Sebelumnya, saat baru datang, saya diberi tahu kalau kepala
sekolah datang terlambat, karena takziah dulu. Lalu, satu persatu guru pergi,
kembali ke kelas masing-masing. Oleh seorang guru yang sedang tidak mengajar,
saya diajak ke kantor guru.
"Daripada nunggu di sini sendirian," katanya.
Saya menurut. Saat masuk ruang guru, entah kenapa, saya merasa
familier dengan tempat itu. Selanjutnya, saya diajak ngobrol. Obrolan terjalin
wajar, tanpa rasa kikuk maupun canggung, seolah-olah kami sudah berkenalan
lama.
Sampai dua jam lebih saya menunggu kepala sekolah. Lewat jam
9.30, saya pamit, hendak mengikuti saran beberapa guru untuk datang ke sekolah
bagian barat (SDN 1 Karangbanjar memang memiliki dua lokasi yang cukup
berjauhan).
Sepeda motor saya hampir keluar gerbang sekolah ketika seorang
teman guru memanggil-manggil.
"Pak! Pak! Itu kepala sekolah datang!"
Saya kembali ke tempat semula, mendekati kepala sekolah sambil
tersenyum. Kepala sekolah balas senyum sekilas, lalu asyik ngobrol dengan
anak-anak yang mengerumuninya.
Ketika beliau masuk kantor, saya membuntuti. Beliau langsung
bicara kepada teman-teman guru, soal tetangganya yang baru saja meninggal.
Saya duduk di tempat yang diarahkan sambil menunggu. Sekilas,
kepala sekolah melirik saya, lalu kembali bicara. Usai membereskan tas, beliau
kembali melirik saya.
"Silakan," ujarnya.
"Iya," sahut saya, bersiap akan bicara. Tapi tidak
jadi karena kepala sekolah kembali ngobrol.
Beberapa jenak kemudian, kepala sekolah melirik saya lagi.
"Silakan. Dari mana?"
"Dari Bancar," jawab saya, "Begini, ..."
Kepala sekolah memandang tas dan pakaian saya. Saya sendiri
bersiap mengeluarkan berkas dari dalam tas.
Tapi, kepala sekolah kembali ngobrol. Saya menunggu lagi. Tiba-tiba, beliau melirik kembali.
Tapi, kepala sekolah kembali ngobrol. Saya menunggu lagi. Tiba-tiba, beliau melirik kembali.
"Silakan. Bawa apa? Itu guru-guru banyak."
Alis saya mengerut. Maksudnya?
"Ini 'kan Pak Totok, Bu," komentar seorang guru.
"O ya, tidak apa-apa. Silakan. Bawa apa?" kata kepala
sekolah lagi dengan sambil lalu.
"Eeeh, ini guru baru itu, lho, Bu," imbuh guru tadi.
Kepala sekolah menoleh. Memandang saya betul-betul.
"Ooo, Panjenengan guru baru yang ditugaskan di sini, toh?!
Habis! Melihat dandanan Panjenengan, saya kira Panjenengan sales."
Mendadak, ruangan dipenuhi suara orang ketawa.
*Semua dialog diterjemahkan dari bahasa Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar